Senin, 25 Mei 2009

"Usia produktif, facebook dan kesemrawutan bangsa ini"



Beberapa malam yang lalu saya dikunjungi oleh seorang teman yang datang dari seberang pulau sana, beginilah nikmat nya berteman, walaupun jauh silaturahmi tetap kita jaga.(udah kaya ustad aja). Seperti biasa obrolan kami tak jauh mengenai perjalanan hidup kami masing-masing, kebetulan dia sudah bisa dibilang mapan dan mencapai apa yang di cita-citakanya. Sementara saya masih keasikan menjadi mahasiswa (hehe,sedikit curhat ni).

Lama kelamaan obralan kami mengarah mengenai waktu produktif. Karena kebetulan saya lagi "login" di salah satu situs jejaring yang lagi ngetreng saat ini. Hitung punya hitung ternyata usia produktif saya telah di renggut (dengan logat bang napi) )oleh salah satu situs jejaring tersebut.

Begini hitung hitungan saya dan dia,sebut saja namanya "parno". (bukan nama sebenarnya).hahah.kok kayak salah satu majalah yang pernah populer di zaman saya SMA dulu ya,majalah yang suka dijual dalam amplop tertutup di terminal andalas padang,yang namanya mirip dengan salah satu lembah di payakumbuh

Okey,"mari kita Lanjutkan" hitung-hitungannya. saya ambil asumsi minimalnya, dalam satu hari saya bisa menghabis 4 jam untuk login di situs jejaring tersebut.dalam satu minggu ada 7 hari. berarti saya sudah menghabiskan (4X7=28jam)28 jam dalam seminggu hanya untuk situs jejaring ini. artinya saya membuang 1 hari lebih usia produktif hanya untuk login di situs tersebut. Wahhh, "gila aja lu" begitukah tangguhnya candu yang bernama facebook tersebut? Kemudian dia melanjut kan. Bayangkan dan hitung lah itu dalam satu bulan dan satu tahun. Berapa usia produktif yang saya pakai hanya untuk situs tersebut.begitu lah hitung-hitungan saya dengan si parno.

Sebelum saya bertemu dengan si parno,kita (saya dan beberapa teman saya yang sering menggunakan situs jejaring tersebut) juga pernah membahas nya ketika salah satu dari teman saya, sebut saja namanya "tejo" (wah.wah. kebayang lagi tu majalah) memberikan tautan mengenai ucapan CEO Google yang berbicara pada lulusan University of Pennsylvania, Amerika Serikat "Matikan Komputermu dan Jadilah Manusia!". Berbagai komentar datang bak banjir bandang situ gintung (hiperbola banget sih gw). Saya coba mengkontrol ce dan kontrol ve beberapa komentar di tautan itu, kebetulan sekali karna mereka blum menjadi orang yang terkenal sehingga saya tidak harus membayar royalti atas komentar mereka dan belum menjadi quote yang di kutip oleh para penulis (mudah-mudahan mereka sukses,sukses untuk keluarga dan lingkungannya.amin). Beginilah kira-kira komentar mereka:

"matikan hp..matikan komputer..marilah kita bersosiliasi secara langsung...pernah nonton WALL E kan ? tidak mau kan mengalami kejadian yang seperti yang digambarkan di FILM tersebut?"

"susah jack. Kluar duit beli HP biar bisa gampang menghubungi dan dhubungi. Mubazir dunk. Klo PC saya, mo dilipat ga bsa. Mo jalan" keluar ga ada teman, mw having fun sendirian, ga ad duit. Mo menikmati dunia, beban blom tuntas, psti kepikiran...hm hm hm.. akhrnya, i tried to be realistic..toh pke PC and HP nya jg ga berlebihan. Hahahaha, gmana dunk solusi klo kasus ky gtu."

Dan tadi pagi di salah satu UKM unpad yang pernah saya nahkodai beberapa tahun yang lalu, di evaluasinya, kami membahas tentang komunikasi organisasi yang sudah mulai kehilangan arah mengenai caranya yang lebih trend dengan memasang pemgumuman di kaca dan mading yang peruntukannya bukan lagi sebagai Majalah dinding. yang mengakibatkan "misscommunication." .saya jadi kepikiran apakah ini akibat kebiasaan menulis di wall seseorang?(ntahlah,hanya mereka yang tahu). Sehingga komunikasi dua arah antara individu tidak lagi menjadi suatu keharusan. Dan ketika perjalanan pulang saya bertemu dengan 2 orang yang sering saya temui di situs jejaring ini. Seketika saya berkomentar dengan quis yang dia ikuti dan pembicaraan mereka "wall to wall". Teman saya si tejo dengan kebiasaan cetusnya langsung mengeluarkan statment. "saat ini komunikasi verbal sudah tidak lagi menjadi ciri manusia".

Kenapa pas di paragraf ini saya akhirnya bingung sendiri ya? ternyata saya sudah menggunakan hampir stengah jam waktu saya hanya untuk menulis catatan yang ga penting ini. apalagi pikiran saya mulai digoda oleh goyangan dan suara aura kasih di salah satu TV swasta. Pikiran saya mulai menerawang kemana-mana,mulai dari menyelesaikan tulisan ini, sampai undang-undang pornografi dan pornoaksi yang sampai sekarang tidak tahu bagaimana implementasinya.

"HIDUP ADALAH PERBUATAN" begitulah bunyi kata-kata di salah satu "papan iklan" yang sering saya jumpai di jakarta dan bandung sewaktu masa "kampanye gelap" dulu sebelum KPU mengeluarkan peraturan Kampanye dan BAWASLU belum menerima anggaran untuk mengawasi jalannya Pileg. Ya sudahlah, tak ada habis nya untuk mengkritisi sesuatu. semoga saja saya bisa berbuat dengan apa yang katakan.Seperti apa yang dikatakan oleh salah satu capres yang mengklaim dirinya adalah pasangan nusantara "BANGSA INI BARU MAJU KALAU SUDAH SATU KATA SATU PERBUATAN".

selamat malam.


Kamis, 21 Mei 2009

Seandainya Indonesia tak pernah memiliki BJ. Habibie?

Pertanyaan itu muncul muncul seketika dalam pikiran ku. Ketika membaca dan mendengar jatuh nya pesawat jenis angkut berat angkatan udara Tentara Nasional indonesia. Beberapa hari sebelum hari kebangkitan nasional. yang menewaskan para tentara-tentara terbaik bangsa ini. Mereka mati sebelum berperang.hanya ucapan bela sungkawa yang bisa kupanjatkan saat ini. Semoga pengorbananmu memberikan arti bagi bangsaku untuk bangkit. "mati satu tumbuh seribu".

Masih teringat dalam pikiran ku,Ketika SD dulu. Burhanuddin jusuf habibie atau aku lebih mengenalnya dengan BJ. Habibie yang menjadi inspirasi bagi hampir seluruh rakyat indonesia. seketika para orangtua di negaraku ini berharap anak nya bisa menjadi insiyur seperti mu(habibie) dan diiringi dengan kemauan si anak. begitu juga yang terjadi pada ku,hanya ada satu kata di dalam otak ku ketika orang bertanya apa cita-cita mu nak?"insinyur". Dengan suara lantang aku mengeluarkan kata-kata itu sambil menambahkan kalimat "aku ingin seperti habibie,aku ingin membuat pesawat terbang". Yang sampai sekarang masih menginspirasiku.Saat itu.dibelahan lain negara ku ini, aku yakin anak-anak bangsa ini mempunyai cita-cita yang sama dengan ku.

Sekarang aku kembali berfikir, seandainya habibie tak pernah dilahirkan di negara ku. akankah ada orang lain yang menginspirasi ku,menginspirasi ku untuk berbuat lebih buat tanah lahir ini. akankah ada anak-anak di negara ku memiliki cita-cita untuk menjadi insinyur seperti mu.

Seandainya Indonesia tak pernah memanggil engkau (habibie) kembali ke tanah airku, akankah Indonesia memiliki badan-badan riset, seperti BPPT,LAPAN,LIPI,DLL yang anggarannya tak pernah melebihi kekayaan orang terkaya di negaraku.

Seandainya Indonesia tak pernah memanggil engkau (habibie) kembali ke tanah airku, akankah indonesia memiliki PT. DI yang sekarang fungsinya di kerdilkan oleh para penguasa dan pengusaha.

Seandainya Indonesia tak pernah memanggil engkau (habibie) kembali ke tanah airku, akankah indonesia memiliki BUMN strategis yang menjaga kedaulatan negara ini yang saat ini selalu bermasalah dengan kucuran kredit.

Sekarang aku tak berharap lagi engkau (habibie) menjadi kepala BPPT, ataupun Menteri RISTEK, bahkan Presiden sekalipun.

Aku hanya berharap bangsa ini memiliki putra-putri yang karakter sepertimu. bukan seperti para politisi dan presiden saat ini yang terlalu sibuk "tebar pesona" untuk mengangkat citra pribadi mereka di hari rakyat. Aku hanya berharap bangsa ini memiliki putra-putri yang bisa menciptakan kemandirian,menjaga kedaulatan bangsa. Agar negara ini tidak ada lagi ketakutan akan embargo. Agar singapura tidak "semena-mena" lagi kepada kita atau malaysia yang lupa kepada siapa dia belajar membaca dan menulis.

Ciloteh kamar kusam
Thursday, May 21, 2009 at 1:00pm

Senin, 13 April 2009

SEJARAH RINGKAS DATUK RANGKAYO BASA DI KANAGARIAN TIKU - AGAM

Menurut silsilah (ranji), kaum keturunan Datuk Rangkayo Basa (DRB) di Kanagarian Tiku berasal dari sebuah perkampungan kaum suku Jambak bernama Galo Gandang di Tanah Data. Salah seorang dari kaum ini, pada masa yang tidak teridentifikasi, merantau ke pesisir barat bernama Puti Sanang Hati dengan membawa empat orang anaknya, tiga perempuan dan seorang laki-laki. Anak yang pertama bernama Puti Ambat, yang kedua bernama Puti Langgam, yang ketiga adalah laki-laki yang bernama Sutan Mara Basa, serta yang bungsu bernama Puti Manis. Menurut ranji yang saat ini masih disimpan oleh kaum keluarga DRB di Galo Gandang Tanah Data, Puti Sanang Hati mempunyai empat orang anak, namun nama anak-anak tersebut tidak disebutkan karena ranji mereka putus sampai Puti Sanang Hati saja, namun hanya tertera bahwa Puti Sanang Hati memiliki empat orang anak, satu diantaranya adalah laki-laki. Dalam dalam ranji keluarga DRB di Tiku, nama-nama kaum keluarga ini tercatat dengan baik. Sehingga singkatnya untuk menjaga tali hubungan darah ini tidak putus, maka pada masa itu DRB pun dilewakan di nagari rantau pesisir ini. Sutan Mara Basa sebagai satu-satu anak lelaki dalam kaum ini dilewakan gelar Datuk Rangkayo Basa. Karena ciri-ciri dari Sutan Mara Basa ini orangnya tinggi berdada cekung, maka beliau juga disebut oleh orang sebagai Datuk Rangkayo Basa nan Cakuang Dado (Di samping tersebutkan pada ranji, tanda kebenaran kaum keturunan ini berasal dari kaum keluarga Jambak Galo Gandang Tanah Data dapat dilihat pada pandam pekuburan kaum Jambak di Jawi-jawi Tiku yang batu nisannya berasal dari kerajinan Galo Gandang Tanah Data). Menurut kisah yang siriwayatkan oleh para tuo-tuo kaum suku jambak, Sutan Mara Basa bergelar datuk Rangkayo Basa (nan cakuang dado) terkenal karena berbagai keistimewaan yang dimilikinya sehingga hal ini membuatnya sangat disegani di dalam dan di luar nagari Tiku. Sehingga selain gelar Datuk Rangkayo Basa merupakan gelar sako kaum jambak juga merupakan gelar pemimpin dalam kanagarian Tiku yang menaungi suku-suku lainnya di kanagarian Tiku. Hal ini terlihat dari kepemimpinan-pemimpin penyandang gelar sako DRB di Tiku yang semuanya merupakan wali nagari kanagarian Tiku.

Ranji DRB di kanagarian Tiku (pesisir barat) yang asli dibuat dalam tulisan arab, sama halnya dengan ranji yang asli yang ada di tangan kaum kelurga DRB di Galo Gandang Tanah Data. Kemudian oleh salah seorang cucu kemenakan St Mara Basa Datuk Rangkayo Basa yang bernama Haji Abdul Wahab atau Buyuang Enek (bergelar Sutan Badar Alam), ranji bertulisan arab ini dibuatkan ke dalam bahasa latin (Indonesia), sementara ranji yang asli bertulisan arab tersebut masih disimpan dengan baik.

Dalam sistem kekerabatan matriakhat di Minangkabau, sako dan pusako diwariskan secara turun temurun menurut garis ibu. Kawasan pusako kaum keluarga suku Jambak ini meliputi daerah Jawi-jawi sampai ke Cacang (Tiku). Demikian pula halnya, ketika Sutan Mara Basa bergelar Datuk Rangkayo Basa memasuki masa purna tugas sebagai pemegang sako tinggi kaum keluarga suku Jambak, maka sako ini pun diteruskan oleh kemenakan dan cucu-cucu kemenakannya yang semuanya juga menjadi pimpinan di kanagarian Tiku. Dalam ranji kaum ini dapat ditemui nama-nama cucu kemenakan yang meneruskan sako kaum ini. Cuku kemenakan yang terakhir memegang gelar sako Datuk Rangkayo Basa ini bernama Sutan Tamin, juga wali nagari Tiku. Namun ketika Sutan Tamin Datuk Rangkayo Basa wafat sekitar tahun 1970, gelar sako ini tidak dapat terselenggarakan lagi dengan baik karena kemenakan yang seharusnya melanjutkan kepemimpinan kaum keluarga, diantaranya H Abdul Wahab bergelar Sutan Badar Alam, berada diperantauan. Namun agar tanda pusako dan identitas kaum Jambak kanagarian Tiku keturunan kaum keluarga Datuk Rangkayo Basa tidak hilang, semasa hidupnya Sutan Badar Alam telah memugar pandam pakuburan kaum Jambak yang terletak di Simpang Tiga Jawi-jawi Tiku dan bangunan rumah gadang yang teletak di Jawi-jawi (tidak jauh dari pandam pakuburan ini) direhabilitasi dan sebagian tanahnya dijadikan bagunan sebuah mesjid yang bernama Nurul Wahab. Pada pandam pakuburan kaum ini terbaringlah Puti Sanang Hati dan anak-anaknya termasuk Sutan Marah Basa Datuk Rangkayo Basa serta semua generasi kaum suku Jambak kanagarian Tiku kaum keturunan Datuk Rangkayo Basa yang berasal dari Galo Gandang Tanah Data ini.

Sako Datuk Rangkayo Basa sudah tidak dilewakan lagi semenjak meninggal Sutan Tamin sebagai pewaris yang terakhir, walau ada upaya dari berbagai pihak untuk meminjamnya. Di samping itu, berbagai perkembangan situasi politik telah menyebabkan pula berbagai hal terjadi pada gelar sako DRB ini.

Datuk Rangkayo Basa boleh tiada, namun semangat dalam membangun kampung dan kaum keluarga seperti yang pernah dilakukan oleh pemangku-pemangku sako Datuk Rangkayo Basa masih melekat di dalam jiwa setiap anggota kaum keluarga, baik yang masih berada di kampung maupun yang di perantauan.


Rabu, 01 April 2009

Indahnya Laguna Tiku


Tiku sering digelari orang pantai mutiara. Gelar yang sangat pantas tampaknya, karena nagari di pesisir Kabupaten Agam ini memang sangat indah bak untaian mutiara mutu manikam.

Kebesaran nama Tiku sebenarnya sudah sejak dulu, ketika di pantainya kapal-kapal dagang Inggris, Portugis dan Belanda berebut merapat untuk menampung berbagai rempah dari pedalaman Sumbar seperti pala, kulit manis (casiaverra), cengkeh dan lain-lain yang banyak tumbuh di sepanjang kawasan pesisir dan pedalaman Sumbar. Sampai sekarang bekas-bekasnya masih bisa dilihat di sekitar Lubuak Basuang, Manggopoh dan Danau Maninjau. Pala, kulit manis dan cengkeh banyak tumbuh di kawasan tersebut.

Kita masih bisa melihat bangunan berarsitektur kolonial di pusat Kenagarian Tiku, meskipun kondisinya sudah tak terawat sama sekali, bahkan boleh dikatakan hampir runtuh. Pas di pinggir jalan raya Pariaman – Lubuak Basuang atau Pariaman - Pasaman Barat. Tepatnya di pasar Tiku.

Namun bukan itu yang paling menarik. Bicara tentang Tiku mau tak mau harus bicara tentang pantai dan lagunanya. Tanpa harus repot-repot memasuki gerbang ini itu, dari pinggir jalan saja Anda turun dan permisi masuk ke ladang kelapa penduduk setempat Anda sudah bisa menikmati keindahan asri laguna Tiku, karena memang laguna nan cantik itu terletak di belakang rumah penduduk saja. Alangkah beruntungnya punya lanskap seindah itu di belakang rumah…

Deretan pohon kelapa yang meneduhi telaga bening di tepi pantai tersebut sungguh sangat menyejukkan jiwa yang memandanginya. Apalagi kalau pas sunset, tak terkatakan indahnya. Yunofrin, Sekjen MPKAS (Masyarakat Peduli Kereta Api Sumatra Barat) pernah mengatakan sunset di Tiku adalah sunset terindah di Sumatra Barat.

Seperti obyek-obyek wisata Sumbar yang belum tersentuh tangan lainnya, laguna Tiku menunggu sentuhan investor yang betul-betul mengerti pariwisata. Jangan sampai kawasan seindah ini jatuh ke tangan para petualang pariwisata yang bisanya hanya melihat keuntungan saja, tanpa memikirkan pentingnya pemeliharaan dan perawatan lingkungan. Sebab hasil akhirnya nanti bisa-bisa hanya akan mengundang wisatawan lokal kelas rendahan, yang suka makan nasi bungkus lalu membiarkan sampahnya berserakan di mana-mana.

Atau yang suka membangun panggung kayu lalu menggelar dangdutan di atasnya, yang bisa mengundang wisatawan tak berkelas ke kawasan itu, atau membangun gazebo-gazebo seadanya tempat duduk-duduk para kurawa atau pasangan-pasangan mesum yang suka pacaran di sembarang tempat.

Karena sesungguhnya laguna Tiku benar-benar tak pantas untuk itu. Dia harus disentuh investor berkelas, yang tahu selera bagus, karena laguna Tiku benar-benar kawasan pilihan yang tidak kalah dengan obyek-obyek wisata berkelas lainnya d Indonesia. Sentuhanlah yang akan membedakannya, yang akan membuatnya tetap asri dan terpelihara selamanya atau sebaliknya: membuatnya layu tak berseri.

Cobalah ke Tiku dan nikmati pesonanya yang beda. Allahuakbar, terpujilah Tuhan yang menciptakan karya maha indah itu.


Cara ke Laguna Tiku
Dari Padang melewati jalan beraspal mulus ke Pariaman, terus menyusuri pantai ke Sungai Limau dan akhirnya sampai ke Tiku. Jaraknya hanya sekitar 100 kilometer dengan kondisi jalan yang rata tanpa turunan dan tanjakan atau belokan tajam. Terdapat 11 SPBU yang siap melayani Anda di sepanjang jalan. (imran rusli)